#IndieMomWrittingContest
#TujuhLangkahMenujuMerdeka
Part 1
Impianku adalah Berkeliling Dunia
Bagaimanakah rasanya tinggal di luar
negeri?. Bagamana rasanya lahir bukan dari rahim ibuku yang orang Indonesia
tulen?. Bagaimana rasanya menjadi orang bule yang pandai berbahasa Inggris?.
Bagaimana jika aku bukan orang Indonesia?.
Ah, aku benci tinggal di Indonesia. Aku
benci tinggal di daerah sini.
Setiap hari aku berharap jika aku membuka
mata, aku sudah berteleportasi tinggal di kota atau di negara lain.
Ibu-ibu yang tidak bekerja disini
kebanyakan bergosip. Selalu saja sibuk mengurusi urusan orang lain. Anak-anaknya
juga menyebalkan. Aku tidak paham omongan mamaku ketika itu, namun rasa tak
betah yang dirasakan mama berefek padaku.
Pikiranku melanglang buana ketika
menonton televisi. Beragam acara di beberapa stasiun televisi swasta saat itu
menampilkan tontonan dari berbagai macam negara.
Kartun Amerika, kartun Jepang, film-film
laga kesukaan ayah dan kakakku, lalu tak ketinggalan pula serial telenovela
kesukaan ibu dan budeku. Acara-acara tersebut membuka wawasanku mengenai negara
selain Indonesia. Dan tercetuslah ide kalau impianku adalah agar aku bisa keliling
dunia dan menjelajahi tiap sudut negaranya.
Jepang menjadi negara favoritku setelah
aku menonton banyak kartun dari negara sakura itu yang ditayangkan di televisi.
“Ma, kalau mau ke Jepang naik apa?,”
tanyaku pada mamaku. Aku yang sehabis nonton Doraemon berlari menghampirinya di
dapur. Mama yang sedang menggoreng tempe kaget dengan kemunculanku.
“Ada apa sayang, tadi tanya apa?,” tanya
mama.
“Yasmin tanya, kalau ke Jepang itu naik
apa?,”
“Naik pesawatlah,” jawab mama singkat.
Sambil membolak-balikkan tempe gorengnya.
“Yasmin mau ke Jepang ma,”
“Iya nanti ya, kalau kamu sudah besar.”
Kata mama tanpa menoleh padaku dan fokus menggoreng tempe.
Hatiku pun langsung bersorak riang. Aku
bisa pergi ke Jepang, ke tempat Doraemon berada. Kalau nanti ketemu Doraemon,
aku mau pinjam pintu kemana saja miliknya. Supaya aku bisa menjelajah dunia
dengan mudah. Pikirku saat itu.
“Kapan Yasmin besar ma?,”
“Aduh, ya nanti kalau Yasmin sudah
setinggi mama. Yasmin’kan masih kecil. Yasmin belum punya uang. Ke Jepang itu
perlu uang yang banyak. Jadi Yasmin jangan banyak jajan ya! Uangnya ditabung.”
ujar mama seraya mengangkat tempe yang sudah matang dan mematikan kompornya.
Kemudian mama pun mengusirku dengan halus sambil mengusap kepalaku.
Kalimat sakti dari mama terus terngiang
di telingaku. Meskipun terkadang, aku selalu meminta uang untuk jajan, tapi mama
dengan pandainya mencuci otakku agar uangku ditabung untuk bisa pergi ke Jepang.
Aku jadi rajin mengumpulkan uang. Aku juga merasa, ketika aku masih kecil, aku
bisa mendapatkan uang dengan mudah. Dari orang tuaku, kakek dan nenekku, om dan
tanteku, bahkan pakde dan bude pun terkadang selalu memberiku uang.
Jika aku menurut dan membantu pekerjaan
ayah, aku akan diupahinya. Jika aku memijat kaki nenek dan kakekku, akupun akan
dapat uang.
Bahkan, orang yang tak kukenal pun sering
kali memberiku uang. Mereka bilang kalau uang itu untukku jajan. Ah, betapa
senangnya hatiku saat aku menerima selembar uang itu. Lalu uang itu aku
masukkan ke celengan yang bertuliskan “PERGI KE JEPANG”.
Ternyata banyak hal tak sesuai
keinginanku saat melangkahkan kakiku menuju kekedewasaan. Seribu macam asa dan
rasa tumbuh dalam diriku. Memang, kenyataan tak seindah yang dibayangkan.
Lalu pada suatu minggu saat aku duduk di
bangku kelas enam sekolah dasar, tetanggaku datang berkunjung untuk arisan yang
diadakan di rumahku. Semua baik-baik saja sampai akhirnya Risa dan Santi
melihat celengan besar milikku.
“Apa ini?. Tulisannya, pergi ke Jepang?”
tanya Risa. Santi terkekeh.
Risa, tetangga sebelah rumahku. Anaknya
super duper nyebelin. Dia selalu ingin terlihat hebat diantara anak-anak lain.
Meskipun kuakui, Risa memang pintar. Sedangkan Santi adalah pengikut Risa yang
selalu disuruh-suruh olehnya.
Ia pun memberitahukan perihal celengan
itu pada ibunya. Semua orang di komplek perumahanku tahu, kalau aku itu suka
sekali dengan negara Jepang. Gara-gara setiap hari minggu aku tak pernah ikut
kegiatan komplek karena maraton nonton kartun di televisi. Dan diperparah pernah
nyeletuk kalau aku ingin tinggal di Jepang sana.
Ibunya Risa terkekeh. Karena ucapan Risa
yang dirasa lucu olehnya.
“Yasmin sayang, Yasmin belajar
sejarah’kan? Jepang itu pernah menjajah Indonesia loh. Kok kamu malah ingin
pergi kesana sih?.” Kata ibunya Risa yang kurasa meledekku.
“Emang kenapa tante?. Itu kan dulu.
Sekarang kan Indonesia sudah merdeka. Jepang bukan lagi penjajah.” Jawabku tak
mau kalah.
Ibunya Risa berdecak sedikit kesal,
“Kalau begitu, apa Yasmin tidak kasihan
dengan para pahlawan yang gugur di medan perang untuk merebut kemerdekaan
dengan susah payah yang melawan Jepang?.”
“Eh, ini malah generasi penerusnya suka
sama negara Jepang. Dijajah lagi loh nanti.” Sahut ibunya Santi.
Ibu-ibu lain yang mendengar percakapan
kami, tertawa. Aku diam tak menjawab lagi. Kerongkonganku kering, lidahku kelu.
Entah kenapa, aku merasakan sakit dalam dadaku yang menyebabkan air mata akan
tumpah. Tapi kutahan agak tak jatuh ke pipi.
“Menyebalkan.” Kataku dalam hati.
Kucari sosok ibuku, beliau sedang sibuk
mengurus tamu lain hingga lupa padaku.
Risa, Santi, Ardi, Bayu, Rasyid semua
meledekku. Semua menertawakanku. Aku pun pergi mengurung diri di kamar dan tak
mau keluar lagi hingga acaranya selesai.
Ah, aku benar-benar ingin pergi dari
tempat menyebalkan ini segera. Hingga aku tidak perlu bertemu lagi dengan
orang-orang menyebalkan itu.
Secuil kalimat itu sungguh membuatku
terpuruk hingga aku malas untuk memasukkan lagi uang ke dalam celenganku.
bersambung
Komentar
Posting Komentar