Bagian 1
Lelah menyelimutiku. Badanku remuk redam. Aku berada dalam kereta api Commuter Line malam jurusan Kota – Bogor. Aku naik dari stasiun Manggarai. Dan tempat duduk yang kupilih adalah kursi dekat pintu agar bisa bersandar ke kaca tiang kereta. Karena hari sudah terlampau malam, jadi gerbong keretanya lumayan sepi.
Tidak seperti ketika jam pulang kerja, jangan harap bisa dapat tempat duduk, dan tidur dengan tenang. Semua orang berebut masuk dalam kereta. Semua ingin segera pulang. Ingin cepat sampai rumah dan istirahat. Tak ada istilah Lady’s First. Semua orang berperilaku seperti kaum barbar. Masuk dengan tak sabar, keluar dengan buru-buru. Semua berdesakan, AC dan kipas angin dalam gerbong tak terasa. Udara seperti berputar disekitar situ. Semuanya berebut menghirup oksigen. Hingga gerbong tersebut pengap dan panas. Menimbulkan semerbak bau-bau tak sedap dari orang-orang yang berhimpitan itu.
Mataku sudah agak berat. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku berusaha agar tidak tidur. Tiba-tiba rasa kantuk itu hilang dan berganti dengan rasa kaget yang hampir membuat copot jantungku. Kereta mengerem mendadak hingga membuat kepalaku terantuk ke kaca tiang sampai berbunyi ‘DANG’. Lalu aku berteriak sambil beristigfar. Aku pun mendengar teriakan orang lainnya yang bertakbir. Aku baru menyadari kalau dalam gerbong sekarang tinggal tiga orang, termasuk aku. Satu wanita memakai masker duduk di depanku. Dan satunya berkacamata duduk di kursi prioritas.
Wanita bermasker itu menatapku ketakukan. Dia seperti melihat sesuatu di belakangku. Aku tak berani menoleh ke belakang.
DUG DUG DUG!!
Suara pukulan sangat keras menghujam kaca jendela. Aku terlonjak kaget hingga terjatuh dari tempatku duduk. Jantungku berdebar sangat kencang. Bertalu-talu tak beraturan. Wanita bermasker itu membantuku berdiri. Tapi ku tak sanggup untuk menggerakkan kakiku. Kakiku lemas, badanku gemetar karena takut. Lalu wanita berkacamata itu dengan tangkas mengangkatku dan menyuruhku lari ke gerbong depan.
“LARI!! CEPAT!!” suruhnya.
Kami berlari dengan tergesa-gesa, aku merasa gerbong itu berguncang hebat. Hingga membuat keseimbangan kami goyah. Aku tak tahu kami lari dari apa? Makhluk apa yang mengejar kami? Sekelebat bayangan putih terbang di luar jendala dengan cepat lalu menghilang. Aku yang melihatnya, spontan berteriak histeris.
Tiba-tiba wanita berkacama itu jatuh terjerembab di belakangku. Kacamatanya terlempar kearahku. Dia pun berteriak minta tolong. Ada sesuatu yang menarik kakinya kembali ke gerbong di belakang kami. Aku berusaha menolongnya dengan menarik lengannya. Wanita bermasker menahanku dengan berpegangan pada tiang kereta. Tapi sesuatu yang menarik kaki wanita berkacamata itu lebih kuat dari yang kami bayangkan. Hingga kami tak mampu menahan wanita berkacama itu. Dia pun tertarik lebih dalam ke gerbong itu.
“JANGAN TINGGALKAN AKU!!!” teriaknya. Pintu gerbong pun tertutup dengan keras. Lalu kami mendengar teriakan histerisnya hingga melengking. Membuat kami gemetar ketakukan. Lalu ada suara tawa menggema dalam kereta itu hingga membuat bulu kuduk merinding dan jantungku bergedup makin cepat.
“AYO PERGI!” ajak wanita bermasker itu seraya menarik tanganku.
Guncangan dalam gerbong kereta semakin hebat. Hingga membuat kami oleng. Membuat kami jatuh bangun. Ketika kami bangkit,
WAAAA…
Setengah tubuh menggantung terbalik dengan rambut panjang menjuntai tanpa wajah.
Kami yang kaget melihat sosok itu berteriak histeris. Wanita bermasker itu menginjak kakiku dan ia jatuh diatasku.
Bersambung..
Komentar
Posting Komentar