Bagian 2
Kami
yang kaget melihat sosok itu berteriak histeris. Wanita bermasker itu menginjak
kakiku dan ia jatuh diatasku.
Sosok
itu pun menghilang.
Lalu
sayup-sayup terdengar suara cekikikan. Makin lama makin terdengar jelas dan
melengking, kami pun bangkit lagi sambil tertatih-tatih. Kami lari menuju
gerbong depan. Gerbong wanita. Aku melihat punggung beberapa orang yang
berkumpul disana.
Mereka
berebut untuk keluar.
“CEPAT!”
teriak wanita bermasker itu menarik tanganku.
Aku
pun keluar dari gerbong kereta itu.
Tapi
pemandangan apa ini? Dimana ini? Sebuah padang rumput yang luas. Di samping
kananku berbaris pohon-pohon tinggi dan gelap. Suasana hutan yang menyeramkan
terpampang dihadapanku.
Banyak
orang berlarian sambil ketakutan. Tiba-tiba tanah tempat kami berpijak anjlok.
Aku berteriak histeris. Lari dan terus berlari. Nafasku terengah-engah. Aku
lelah.
Terdengar
suara gemuruh dan debam sangat keras di belakangku.
Aku
menoleh, kereta api itu seperti terhisap ke dalam bumi. Lubang besar menganga
di belakangku bak menghisap kereta Commuter
Line jurusan Kota – Bogor itu.
Tubuhku
gemetar melihatnya. Pandanganku kualihkan lagi ke depan. Berlari kencang,
berusaha menyusul wanita bermasker yang tadi bersamaku.
“MBAAAKK!!
TUNGGU!! JANGAN TINGGALIN AKU!!” jeritku ketakutan. Air mataku mengalir
sekarang.
Semua
orang berhenti. Aku hanya melihat kumpulan punggung mereka yang hitam. Hanya
cahaya sinar rembulan yang menerangi kami saat ini.
Karena
gelap, aku pun jatuh tersungkur tersandung gundukan batu. Lalu bangkit dan
berlari lagi. Tiba-tiba lututku membentur sesuatu hingga aku terjerembab lagi.
“AAAHH!!”
pekikku sambil menahan bobot tubuhku dengan tanganku agar tidak berguling.
Mataku
perih seperti kemasukkan sesuatu. Semacam pasir. Aku pun buru-buru bangkit
sambil mengucek mataku agar serpihan pasir itu keluar. Tiba-tiba ada wajah
seorang wanita bermasker muncul depan wajahku hingga mengagetkanku. Spontan,
aku pun berteriak lagi.
Wanita
bermasker itu mendorongku dan mendudukiku yang berbaring terlentang sekarang.
Ada sesuatu yang menghisap tanganku masuk ke dalam tanah hingga aku tak bisa
menggerakkannya.
Suaraku
hampir habis. Jantungku masih bertalu-talu, adrenalin dalam darahku naik.
Punggung-punggung hitam itu pun berbalik. Wajah mereka tak nampak. Tak
terlihat. Mereka diam. Lalu secepat kilat terbang kearahku.
“MBAAK!!
LEPASKAAN AKUU!! TOLOONGG!!” jeritku. Tapi suaraku tercekat. Aku meronta-ronta.
Maskernya
melorot, hingga aku bisa melihat wajah dibalik masker itu sekarang.
“AARGGHH!!!!”
teriakku. Suaraku mulai parau. Aku mulai ingat untuk membaca surat-surat pendek
hafalanku. Ayat Kursi dan lain sebagainya sambil menutup mataku.
Wajah
wanita sangat jelek dan menyeramkan. Seperti monster. Mulutnya seperti
tersenyum sangat lebar hingga mencapai pipinya. Ada bekas luka dan jahitan
disana.
Tiba-tiba
badanku ada yang menggerayangi. Tanahnnya kini berguncang seperti gempa dengan
kekuatan 7 skala richter hingga
badanku terpontang-panting.
“TA…”
sayup-sayup kudengar suara mama. Aku masih membaca hafalan surat pendekku dan
tak berani membuka mataku.
“NTA…!”
panggil suara itu. Suara mama yang makin lama makin jelas.
“SINTAA!!”
suara mama berteriak sekarang.
“SINTA!
BANGUN!!” teriak mama.
Aku
pun membuka mataku. Betapa kagetnya aku melihat sosok yang berada diatasku.
“WAAA!!
PERGII!! Jangan ganggu aku!!” jeritku sambil meronta dan memukul-mukul sosok
yang bermasker itu.
“SINTA!
APA-APAAN SIH? INI MAMA!” teriak wanita itu sambil berusaha membuatku tenang.
Aku
mulai tenang setelah wanita itu bilang dia mama.
Aku membuka mataku dengan
perlahan. Nafasku tersengal-sengal. Mataku masih buram. Aku tak yakin kalau itu
mama.
Aku
memperhatikannya dengan seksama.
“MAMA!!’
?!” tanyaku dengan suara tercekat.
“Sudah
sore malah tidur. BANGUN! Mandi terus siap-siap solat maghrib” sahutnya lagi.
Aku
menyapu pandanganku ke sekelilingku. Ruangan ini aku mengenalnya. Ini kamarku?
Aku pun bangkit dari pembaringanku. Duduk dan mengatur nafasku.
“Iya
kenapa kamu? Kok keringet dingin begitu?” tanya mama khawatir seraya mengusap
rambut dan wajahku.
“Aku
mimpi buruk maaaa..” tuturku mau menangis.
“Sudah
mama bilang berkali-kali. Jangan suka tidur sore. Gak baik. Pamali” ujar mama
sambil berjalan pergi meninggalkanku yang masih tak percaya dengan apa yang
terjadi beberapa saat lalu.
“Alhamdulillah,
ternyata cuma mimpi.” kataku lega. Aku pun bangkit dari tempat tidur lalu
bersiap mandi dan solat.
Komentar
Posting Komentar